Perangkat BK

Media bimbingan klasikal yang inovatif meningkatkan keaktifan siswa.

Double Track Tata Busana SMAN 1 Sampung

Proyek penelitian SMA DT keterampilan tata busana dari Dosen UNESA

Inovasi Bimbingan Klasikal

Mengimplementasikan teknologi AR dalam Bimbingan Klasikal.

Rabu, 04 November 2020

Kopi Pak Man Pahit Juga


"Ada masa depan manis di pahitnya kopi"
itulah hal yang terlintas pagi ini saat memulai aktivitas di sekolah. Sengaja, pagi tadi saya memulai rutinitas dengan berjalan menuju parkir sebelah timur kebetulan gerbang didekat parkir yang biasanya tertutup tersebut hari ini terbuka, menarik perhatian saya untuk melihat ada apa di luar pagar sebelah timur tersebut. 

Musim hujan ☔ memang baru datang, dedaunan yang kering tampak menutupi bagian-bagian tanah yang basah, rumput-rumput liar mulai tumbuh tak beraturan, membuat angan-angan "apa perlu mengusulkan untuk membersihkan dan menanam beberapa tanaman bunga diawal musim hujan untuk memperindah bagian depan". Selang beberapa detik pandangan tertuju sekitar 6 meter didepan, tampak jalan masuk kearah Selatan, jalan tersebut tak seindah dan se rapi jalan masuk ke sekolahan. Beberapa bagian tanahnya tertutup rumput tak beraturan, pagarnya pun serasa tak terawat. Sangat berbeda dengan jalan masuk ke sekolahan terpaving rapi, gerbang yang terawat dan ada taman di beberapa bagian. 

Namun yang membuat fenomenal bukanlah jalan masuknya, bukan juga pagarnya, tetapi "warung pak man" yang seringkali menjadi bahan perbincangan kami, baik saat ngobrol santuy maupun saat rapat serius dengan Kepala Sekolah. Bagaimana tidak, tempat itulah yang biasa menjadi tempat nongkrong siswa-siswi kami, minum kopi, sarapan dan lainnya bahkan juga menjadi jujugan pagi hari sebelum mereka datang ke sekolah. Anak yang sehat mentalnya (hehe, artiin sendiri ya), mempunyai kontrol diri yang bagus saatnya masuk ya mereka pasti ke kelas. Namun yang tidak "begitu", akan tetap tinggal disitu bahkan sampai pulang. Entahlah, apa karena mereka terlambat kemudian takut masuk kelas atau memang pengin santuy santuy 'mengelabui' orang tuanya dari jarak jauh dengan tetap mengenakan seragam dapat uang saku tampak seperti sekolah beneran. 

Pagi tadi sengaja saya arahkan kaki berjalan menuju warung Pak Man, mungkin ini kali ke 6 saya berkunjung. Sebelumnya saya berkunjung untuk sekedar mengecek apakah ada siswa yang ada disitu saat jam pelajaran atau untuk menjajagi seberapa jauh dukungan yang punya warung terhadap kondusifitas belajar di sekolahan. Namun, pagi ini saya punya tujuan lain, yaitu 'ngopi' ya, saya ingin merasakan 'sepahit' apa rasa kopi di warung pak Man.

~Oiya, sebelum saya masuk ke dalam warung, ada 1 siswa yang duduk didepan asyik dengan gawai di tangan kanan, sepuntung rokok ditangan kiri (langsung dibuang saat saya panggil), setengah cangkir kopi kreamer dimeja depannya. Jam di hp yang saya pegang menunjukkan pukul 07.05 sehingga saya minta dia segera ke kelas.~

Kemudian, sepahit apa kopi di warung Pak Man? 
Langsung saja saya pesan kopi hitam. Segeralah disajikan dengan cangkir putih diatas lepek kaca. 
Seruputan pertama mendorong saya bertanya pertanyaan normatif "bagaimana bu, apakah selama masa pandemi anak-anak juga banyak yang kesini?" dijawab juga dengan jawaban normatif, "nggih wonten, nek sampun wangsul nggih sami mriki, terus kadang-kadang nggih wonten sing pesen lewat pager niku" (menunjuk pagar besi di samping perpustakaan). 

Seruputan kopi kedua, membuat Bu Man menceritakan bahwa keluarganya adalah pendatang, mereka berasal dari Jawa Tengah, cerita lengkap dengan lika-liku dimana dia berpindah-pindah kontrakan hingga berjualan bakso di depan pasar. 

Seruputan kopi berikutnya, ada cerita yang membahagiakan, disaat berjualan bakso tersebut, muncul tawaran (lowongan) untuk bergabung di dinas kehutanan. Itulah yang agaknya membawa kepastian tentang jalan penghasilan bagi keluarga. 

Seruputan kopi keempat, menjadikan bu Man tambah semangat bercerita, beliau menyampaikan pencapaian-pencapaian mulai dari berhasil membeli tanah, membuat rumah hingga baru-baru ini mendapat amanah untuk memiliki dan menggarap sawah di masa P Man saat ini yang sudah pensiun. 

Diseruputan terakhir, saya memberanikan diri menanyakan, bagaimana kabar putranya? Alhamdulillah sekarang tinggal di jenangan bersama anak dan istrinya, sehari-hari mencari nafkah dengan berjualan sayur keliling. 

Ternyata hanya 5 Seruputan, tidak lebih, entah saya yang nyeruputnya kebanyakan atau wadahnya terlalu kecil 🙂 Yang pasti saya sudah membuktikan, "Kopi Pak Man Pahit Juga", namun ada masa depan yang manis dibalik pahitnya kopi Pak Man pagi ini. Cerita pagi yang menginspirasi. 

Bagaimana dengan kalian yang hampir setiap hari ke warung pak Man? Adakah sesuatu yang bisa kalian pelajari? Adakah ide-ide kreatif yang muncul disetiap Seruputan kopi Pak Man? Jika belum, PASTI ada yang SALAH dengan cara seruputan kalian, atau kalian datang ke warung Pak Man diwaktu yang tidak tepat sehingga ada orang-orang yang tidak ridho kalian meninggalkan jam pembelajaran. CMIIW